Jakarta, PecintaUlama.ID - KH Ahmad Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus menerima penghargaan Yap Thiam Hien tahun 2017. Kiai pengasuh pondok pesantren Raudlatut Tholibin, Rembang, ini dinilai memiliki perhatian yang besar terhadap perjuangan dan tegaknya nilai-nilai hak asasi manusia.
Penghargaan diberikan dalam acara malam penganugerahan Yap Thiam Hien Award 2017 di Aula Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Rabu (24/1).
Ketua Yayasan Yap Thiam Hien Award, Todung Mulya Lubis mengatakan, Gus Mus memang tidak pernah dikenal sebagai aktivis hak asasi manusia seperti Yap Thiam Hien atau Munir Said Thalib.
Gus Mus lebih dikenal sebagai tokoh Nadhatul Ulama (NU), kiai, pimpinan pondok pesantren, dan budayawan.
"Namun buat saya, Gus Mus dengan semua karyanya, dengan semua sepak terjangnya, keterlibatannya, adalah seorang pejuang hak asasi manusia," ujar Todung saat ditemui sebelum acara.
Menurut Todung, Gus Mus telah banyak berkontribusi untuk merawat keberagaman di Indonesia. Perjuangan Gus Mus memang tidak ia perlihatkan melalui demonstrasi atau aksi-aksi lainnnya.
Namun, Gus Mus menorehkan pemikiran dan gagasannya soal keberagaman lewat tulisan serta tutur kata yang ia sampaikan ke seluruh santrinya.
"Gus Mus memang tidak berdemonstrasi tapi lewat menulis puisi, disalurkan ke santri-santrinya dan juga masyarakat," ucap Todung.
Todung menuturkan, saat ini masyarakat sangat membutuhkan sosok seperti Gus Mus di tengah menguatnya paham radikalisme dan sektarianisme. Kedua paham tersebut, kata Todung, sangat mengganggu situasi masyarakat yang beragam dan majemuk.
Gus Mus dinilai tidak pernah rela keberagaman dirusak oleh kelompok-kelompok tertentu.
"Kita sangat butuh sosok yangkuat konsisten dan jujur seperti Gus Mus. Beliau tidak ikhlas jika kemajemukan dicabik oleh ideologi yang anti kemajemukan," kata Todung.
Gus Mus merupakan ulama pertama yang menerima penghargaan Yap Thiam Hien.
Todung mengatakan, terpilihnya Gus Mus juga mempertimbangkan konteks politik Indonesia kekinian. Kondisi di mana agama kerap dijadikan alat politik untuk meraih kekuasaan.
"Ini memang pertama kali ulama menerima Yap Thiam Hien award. Ia tak suka melihat agama dipolitisasi, dijadikan alat politik," tuturnya.
Yap Thiam Hien award merupakan penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang berjasa besar dalam upaya penegakan HAM di Indonesia. Nama penghargaan ini diambil dari nama pengacara dan pejuang HAM, Yap Thiam Hien.
Proses penentuan peraih Yap Thiam Hien Award 2017 diawali dengan mengumpulkan kandidat yang dihimpun dari jaringan/komunitas dan masyarakat luas sejak Mei 2017.
Ada 5 orang dewan juri Yap Thiam Hien Award pada tahun ini. Mereka adalah Makarim Wibisono (diplomat senior), Siti Musdah Mulia (Ketua Umum ICRP), Yoseph Stanley Adi Prasetyo (Ketua Dewan Pers), Zumrotin K Susilo (aktivis perempuan dan anak), serta Todung Mulya Lubis.
Dalam acara penganugerahan tersebut hadir Menkumham Yasonna Laoly, Menteri KKP Susi Pudjiastuti, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief, Komisioner Komnas HAM Beka Hapsara dan Wakil Ketua Komisi Yudisial Sukma Violetta.
Source:
0 Komentar