Menteri Agama: Guru Madrasah Harus Jadi Pionir Deradikalisasi
Bekasi, PecintaUlama.ID - Karakter dan wawasan kebangsaan di kalangan para pendidik merupakan salah satu kunci dalam mempertahankan keutuhan bangsa yang heterogen. Dalam rangka meredam pengaruh radikalisasi yang merasuki generasi muda saat ini, Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Agama RI mengadakan pembekalan kepada guru-guru madrasah dari seluruh Indonesia dalam acara yang bertajuk "Penguatan pendidikan karakter, deradikalisasi, wawasan kebangsaan, dan moderasi Islam bagi guru dan tenaga kependidikan".
Pada acara yang digelar di Hotel Amarossa, Bekasi, Sabtu (10/11) ini, Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin tampil sebagai keynote speaker. Dialog yang diikuti sekitar 200 guru madrasah ini, Menag mengingatkan bahwa guru adalah sarana utama yang menyampaikan pesan moderasi keberagamaan kepada generasi mendatang. Untuk itu ia meminta guru madrasah menanamkan ajaran Islam ramah yang rahmatan lil alamin dalam setiap mata pelajaran yang diampunya.
Menag mengingatkan agar pelajaran di madrasah jangan berhenti pada aspek syariat saja. "Syariat itu penting dan tak bisa ditinggalkan. Tapi mohon jangan berhenti di situ," katanya. "Beragama Islam itu adalah menjalani syariat untuk mencapai hakekat," imbuhnya.
Bila langkah menuju hakekat beragama telah ditempuh, niscaya akan muncul moderasi keberagamaan sehingga tidak ada radikalisme dan ekstrimisme. Proses deradikalilasi itu pada dasarnya mengembalikan pemahaman dan pengamalan keagamaan menuju titik tengah atau moderat. "Inilah hakikat agama," tandasnya.
Agama Islam itu hadir untuk kemaslahatan sosial. Oleh karena itu semua ibadah mahzah (personal) harus berdampak pada aspek sosial karena watak Islam itu rahmatan lil alamin. Faktanya saat ini banyak orang yang alim secara keilmuan tetapi tidak punya kesalehan sosial. Banyak orang yang rajin salat tetapi juga rajin korupsi, manipulasi, merendahkan sesama, bahkan melakukan kekerasan terhadap kelompok lain. Ada pula orang yang berkali-kali berhaji, tetapi tidak tercermin kemabruran dalam dirinya.
Menag mewanti-wanti agar guru mengajar dengan rasa cinta, karena eksistensi guru itulah yang menjadi kekuatan transformasi keilmuan dan karakter. Sehebat apapun kualitas materi, jauh lebih penting cara menyampaikannya. Tetapi keberadaan guru jauh lebih penting daripada metodologi, karena guru adalah pengguna metodologi. Namun yang terpenting adalah jiwa pendidik, karena itulah yang lebih berarti daripada eksistensi guru itu sendiri.
"Maka para guru harus menjadi pionir dalam menangkap esensi keislaman dan menyebarkan melalui profesinya" pungkasnya. [*]
0 Komentar