KH Cholil Nafis: Pelaku Hoaks adalah Orang Munafik
PecintaUlama.ID - Kemajuan teknologi membuat informasi semakin cepat tersebar, baik itu informasi yang bisa dipercaya kebenarannya ataupun informasi yang menjurus ke arah hoaks atau palsu. Hoaks sendiri sangat bertentangan dengan nilai-nilai keislaman yang begitu luhur dalam mengatur kehidupan umatnya di dunia ini.
Menyikapi hal ini, ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis memberikan penjelasan bahwa hukuman bagi pembohong atau pelaku hoaks dalam Islam memang tidak ditentukan secara pasti.
Akan tetapi, ia melanjutkan, pemberatan hukuman bagi pelaku masih tetap dibutuhkan untuk memberikan efek jera. Dalam hal ini disebut sebagai prinsip az-zawajir wa al-mawani (penjera dan pencegah).
Oleh karena itu, menurutnya, hukuman terhadap pelaku hoaks tergantung pada efek dari kebohongan yang telah ia buat.
"Karena itu kadar hukumnya tergantung kepada kadar efeknya, efek dari kebohongannya," ujar Kiai Cholil seperti yang dilansir oleh Republika.co.id, Senin (7/1).
Adik dari KH Abdurrahman Navis ini menambahkan, Rasulullah telah bersabda yang menjelaskan bahwa tanda-tanda orang munafik itu salah satunya adalah berbohong ketika sedang berbicara. Atas dasar ini, pembuat hoaks sejatinya adalah orang munafik yang nantinya akan dimasukkan ke dalam neraka oleh Allah.
"Manusia ini kan yang bisa dipegang adalah mulutnya atau ucapannya. Maka ketika ucapannya tidak bisa dipegang, manusia itu tidak dapat lagi dipercaya," jelasnya.
Kiai Cholil mengingatkan kepada masyarakat agar bisa menyaring dan bijak menyikapi banyaknya banjir hoaks, terutama di tahun politik seperti ini. Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat agar berbedoman kepada Fatwa Medsosiyah yang dikeluarkan oleh MUI pada tahun 2017 silam.
"Tahun 2017 MUI sudah mengeluarkan fatwa tentang hoaks bahwa di situ ada pedoman fikih medsosiyah, yaitu fikih di dalam bermedia sosial, di antaranya kita harus memverifikasi kebenaran dari berita itu," kata Kiai Cholil Nafis.
Ia mengatakan bahwa umat harus bisa jeli dalam menyaring suatu informasi yang ada, terutama di media sosial. Karena itu, saat ada informasi atau berita hendaknya dipikirkan terlebih dahulu apakah layak dikonsumsi oleh masyarakat atau cukup untuk konsumsi pribadi saja.
"Jadi ketika memberikan berita itu kepada orang lain, maka pastikan bahwa berita itu mengandung manfaat, bukan mudharat," tegasnya.
0 Komentar