Menjaga Alam untuk Kehidupan yang Lebih Sejahtera
Oleh: M Abdul Qodir Jailani*
PecintaUlama.ID - Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, bahkan Indonesia dikatakan sebagai salah satu Megabiodivercity Country di dunia. Lebih dari 15% hingga 25% total keanekaragaman hayati ada di Indonesia. Dari jumlah tersebut, Indonesia memiliki pula spesies yang tidak dimiliki oleh negara lain (endemik). Data yang menjelaskan akan banyaknya jenis mamalia (terbesar di dunia), reptilian (urutan ke-3), unggas (urutan ke-4) dimuat dalam McNeely et al (1990). Jumlah tersebut ternyata dari tahun-ketahun mengalami penurunan bahkan cenderung menuju kepunahan.
Banyaknya wilayah hutan tropis serta rawa-rawa, mangrove, pantai berkarang serta jenis-jenis habitat lainnya, merupakan ciri yang jarang dimiliki oleh negara lain. Pada (Klh, 1992) menyajikan data mengenai beberapa tipe habitat darat yang dimiliki oleh Indonesia, data tersebut menunjukkan bahwa tipe habitat yang terluas adalah Lowland Rainforest atau hutan yang berada di dataran rendah. Padahal tipe habitat ini memiliki kerentanan yang sangat lemah. Tingginya resiko akibat kerusakan sangat besar, melihat populasi manusia sebagian besar berada di dataran rendah. Proyek pembangunan seperti perluasan kota, jalan, daerah pemukiman dan lain-lain dapat merusak wilayah ini. Ditambah bahwa wilayah habitat yang dilindungi hanya 6,6% maka perlu adanya: (1) Pelestarian, (2) Perlindungan, (3) Penjagaan, (4) Pengembangan, dll agar keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia tidak semakin mengecil.
Undang-undang dasar 1945 sebagai sumber hukum Indonesia memberikan landasan hokum bagi pemanfaatan kekayaan alam bagi kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 menyatakan:
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tap MPR No 11/MPR/1993 Bab IV Pembangunan 5 tahun ke-6 bidang ekonomi bagian 18 mengenai lingkungan hidup dinyatakan bahwa “konservasi kawasan hutan nasional termasuk flora dan faunanya serta keunikan alamnya terus ditingkatkan untuk melindungi keanekaragaman plasma nutfah, jenis spesies dan ekosistem penelitian dan ..”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَانُ، اِرْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Para pengasih dan penyayang dikasihi dan disayang oleh Ar-Rahmaan (Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang-pen), rahmatilah yang ada di bumi niscaya kalian akan dirahmati oleh Dzat yang ada di langit”. (HR Abu Dawud no 4941 dan At-Thirmidzi no 1924 dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam as-Shahihah no 925).
Dalam hadits tersebut telah jelas bahwa apabila kita ingin mendapat rahmat (kasih sayang) dari Allah subhanahu wa ta'ala, maka kita harus terlebih dahulu bersikap penyayang atau pengasih pada apapun yang ada di bumi, seperti contoh melestarikan dan mengonservasi keanekaragaman hayati yang ada di alam, terlebih pada bumi yang kita pijak pada saat ini.
Kata dalam مَنْ sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah isim maushuul, yang dalam kadiah ilmu ushuul fiqh memberikan faedah keumuman. Oleh karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya memerintahkan kita untuk merahmati orang yang sholeh saja, bahkan Nabi memerintahkan kita untuk merahmati seluruh manusia dan bukan hanya manusia bahkan flora dan faunapun termasuk di dalamnya.
Al-Munaawi rahimahullah berkata,
بِصِيْغَةِ الْعُمُوْمِ يَشْمَلُ جَمِيْعَ أَصْنَافِ الخَلاَئِقِ فَيُرْحَمُ البَرّ وَالفَاجِرُ وَالنَّاطِقُ والْمُبْهَمُ وَالْوَحْشُ وَالطَّيْرُ
“Sabda Nabi ((rahmatilah yang ada di bumi)) dengan konteks keumuman, mencakup seluruh jenis makhluk, maka mencakup rahmat kepada orang baik, orang fajir, orang yang berbicara, orang yang bisu, hewan, dan burung”. (Faidhul Qodiir 1/605).
Maka dari itu sudah jelas bahwa konservasi keanekaragaman hayati sangat perlu mengingat banyaknya dasar hukum yang melandasinya dengan harapan agar tetap terjaganya hubungan timbal balik antar mahluk hidup baik organik maupun anorganik demi keberlangsungannya proses kehidupan yang aman sejahtera, baldatun thoyyibatun wa robbul ghafurun.
*Penulis merupakan mahasiswa MIPA - Universitas Islam Malang dengan NIM 21601061071.
0 Komentar