KH M Afifudin Dimyathi (Gus Awis). (Foto: Facebook Gus Awis) |
Ia memberikan contoh kalimat "Kau jangan sok suci!". Menurutnya, ada dua penafsiran dari kalimat tersebut.
"Pertama adalah tuduhan kepada orang lain bahwa ia telah menganggap dirinya suci," ungkap Gus Awis, sapaan akrabnya.
Sedangkan untuk penafsiran kedua, dirinya menjelaskan bahwa dari kalimat tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa sang pengucap merasa bahwa dirinya tidak sok suci.
"Dalam hal ini, ia merasa lebih baik dari lawan bicaranya," jelas salah satu pengasuh Pesantren Darul Ulum Rejoso, Peterongan, Jombang, Jawa Timur ini.
"Lalu bagaimana kalimat yang santun? Ya tidak mengucapkan kalimat tersebut," beber putra pasangan KH A Dimyathi Romly dan Hj Muflichah ini.
Dikatakan, dalam keadaan terpaksa sekalipun, seyogyanya siapapun itu menghindari kalimat tersebut.
"Jikapun terpaksa, kata ganti orang kedua, bisa diganti dengan Kita," tukas dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya ini.
"Semisal: Janganlah kita merasa sok suci," tambahnya.
Di akhir, dirinya mengungkapkan bahwa meskipun hal tersebut hanyalah mengenai bahasa, namun tak bisa dipungkiri bahwa bahasa bisa dijadikan sebagai sarana efektif untuk berdebat.
"Ini hanya masalah bahasa, tp terkadang bahasa juga alat yang efektif untuk media debat, jika diinginkan," tutup Katib Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
0 Komentar