KH Ahmad Mustofa Bisri atau lebih dikenal dengan Gus Mus. (Foto: Facebook Ahmad Mustofa Bisri) |
Kediri, PecintaUlamaID - Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri menegaskan bahwa kebodohan merupakan musuh yang tengah dihadapi oleh umat manusia sekarang ini selain korupsi dan pandemi Covid-19.
Hal ini ia sampaikan dalam acara peluncuran Buku Fiqih Kebangsaan Jilid 3 secara virtual yang dipusatkan di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Senin (17/8/2020) yang disiarkan juga melalui channel YouTube "Pondok Pesantren Lirboyo" ini.
"Sekarang ini musuh kita yang paling kita musuhi selain korupsi dan pandemi adalah kebodohan itu," ungkap Gus Mus, sapaan akrabnya.
Menurut kiai yang menjadi pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibien Leteh, Rembang, Jawa Tengah ini bahwa sebagian besar masalah yang ada di tengah masyarakat disebabkan oleh kebodohan yang diakibatkan tidak mau belajar.
"Adanya masalah di masyarakat itu karena kebodohan. Bodoh dan tidak mau belajar," bebernya.
Gus Mus yang pada acara tersebut didaulat sebagai salah satu pembanding buku Fikih Kebangsaan Jilid 3 ini menyampaikan sarannya terhadap salah satu bagian dari buku tersebut, tepatnya pada salah satu pemahaman dari jihad.
"Di sini ada beberapa catatan, pada Bab pertama mengenai pemahaman jihad. Ini ada yang kurang menurut saya. Di sini ada jihad mempelajari ilmu, di sana hanya tertulis hanya untuk santri," tukasnya.
"Padahal Lirboyo sejak awal itu sudah berjihad untuk melawan kebodohan. Jadi yang seharusnya dimasukkan di sini jangan hanya mempelajari ilmu saja, tapi juga jihad melawan kebodohan," lanjutnya.
Putra KH Bisri Musthofa ini menceritakan bahwa dahulu saat ada orang yang hendak mondok di Lirboyo pasti selalu ditanya mengenai tujuan mondok di pesantren. Ia mengatakan bahwa tujuan mondok adalah untuk menghilangkan kebodohan.
Bahkan salah satu puisinya pun berisi mengenai para kiai serta para pendiri Pesantren Lirboyo yang memang melakukan jihad melawan kebodohan.
Dalam kesempatan itu juga, Gus Mus turut menyinggung tradisi Pesantren Lirboyo dan pesantren-pesantren lain pada umumnya, yang mana belajar itu tidak hanya berbentuk bandongan, sorogan saja.
"Sejak awal di pesantren sudah diajari untuk melakukan musyawarah, bahtsul masail. Jadi orang-orang mengetahui suatu masalah itu betul-betul tashawur, betul-betul ngerti masalahnya, lalu ngomong dan tahu dasarnya betul-betul," kata pengarang puisi Lirboyo, Kaifa Hal ini.
"Tidak seperti orang jahiliyah yang pokoknya begini, pokoknya begitu," imbuhnya.
Sosok yang juga merupakan sahabat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini juga mendorong agar diterbitkan edisi Lux dan edisi yang khusus diperuntukkan untuk orang awam.
"Jadi, sekali lagi. Mudah-mudahan Kiai Kafabih dan para masyayikh setuju, buku tiga ini dijadikan satu. Kalau perlu ada edisi lux-nya, dan ada juga edisi yang diperuntukkan orang awam," ujarnya.
"Karena ini merupakan jihad melawan kebodohan yang sekarang ini sedang menyeruak di permukaan kita," sambungnya.
Termasuk jariyah
Penyusunan buku semacam ini merupakan langkah efektif untuk membantah argumen dari orang-orang yang merasa sok pintar namun sebenarnya tidak ada ilmunya.
"Yang menjadi masalah di tengah masyarakat itu adalah orang yang berhenti mengaji, orang yang berhenti belajar, tapi mereka sok pintar. Dan itu tidak bisa dilawan. Sebab ngomong mereka sangat kaku karena tidak ada ilmu. Cara melawannya adalah dengan seperti ini, dengan membuat buku," bebernya.
Penerbitan buku juga termasuk ke dalam perang melawan kebodohan. Bahkan oleh Gus Mus bisa menjadi sebuah amalan jariyah bagi penyusunnya.
"Cara seperti ini (membuat buku, red) akan awet dan menjadi jariyahnya Lirboyo yang akan terus menjadi celengan selama terus dibaca. Bukan hanya bagi kiai-kiai Lirboyo, alumni-alumni Lirboyo, tapi juga pendiri-pendiri Lirboyo yang menjadi cikal bakal Lirboyo untuk berjihad melawan kebodohan," ungkapnya.
0 Komentar